poin

Sabtu, Maret 27, 2010

Suatu Malam Yang Sepi

Matanya sembab. Merah. Bengkak. Sisa air mata masih terlihat. Baru saja dia menutup ponsel sederhananya. Kemudian meletakkannya begitu saja. Tanpa pernah mempedulikannya lagi. Terlihat waktu telah menunjukkan pukul 12 malam. Suasana sepi, senyap, tak terdengar suara sedikitpun. Terlihat pancaran mata penuh kesedihan. Entah apa yang dialaminya. Dia tidak terbiasa bercerita. Tidak pernah sedikitpun menceritakan masalah yang dihadapinya. Semua dia simpan rapat sendiri. Seorang diri.
Sepanjang malam dia menangis, menangkupkan kepalanya di atas bantal di sudut pembaringan. Tiada teman. Bermain dengan pikirannya sendiri. Berbincang dengan nuraninya. Percakapan batin. Matanya menerawang. Ntah kemana. Ditatapnya tembok putih di hadapannya. Juga foto-foto kenangan manisnya. Bibirnya bergetar. Mencoba tersenyum.
Tak lama dibentangkannya selembar sajadah. Dibasuhnya wajahnya dengan air. Namun mata itu, masih saja menyisakan kesedihan. Perlahan ditutupnya aurat. Masih dengan suara tangis tertahan. Perlahan mengangkat kedua tangannya, takbiratul ihram. Allahu Akbar. Lamat terdengar bacaan al fatihah dan surah Al Insyiroh. Dia meresapi ayat tiap ayat.

Bukankah kami telah melapangkan untukmu dadamu?
dan Kami telah menghilangkan daripadamu bebanmu,
yang memberatkan punggungmu?
Dan Kami tinggikan bagimu sebutan (nama)mu,
Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan,
sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.


Dia berhenti sejenak. Tangisnya kian menjadi. Sesudah kesulitan ada kemudahan. Janji Tuhannya, telah tersebut. Apa yang harus ditakutkan?? Dia melanjutkan ayat berikutnya.


Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain.
Hanya kepada Tuhanmulah hendaknya kamu berharap.


Hanya pada Tuhanmulah hendaknya kamu berharap. Bukan pada makhluk. Bukan pada manusia. Bukan pada siapapun. Dia begitu meresapi ayat terakhir. Suara sesenggukan masih terdengar.
Dia sadar, selama ini dia terlalu menggantungkan harapan pada manusia. Berharap yang muluk-muluk. Harap yang berlebihan terhadap sesuatu.
Kecewa. Kemungkinan itulah yang dia dapatkan.
Dalam sujud panjangnya malam itu, dia mengadukan segala kegalauan dan kegundahan hatinya pada Tuhannya. Masih dengan isak tangis. Menahan semua kesedihan dalam hatinya. Wajahnya basah. Air mata telah menganaksungai.
Hanya dia, dia yang di sana dan Tuhannya yang tahu permasalahan itu. Tuhan menjadi tempat curahan hati atas setiap masalah. Dia lah jawaban. Bukan yang lain. Tidak juga orang terdekat mereka. Tapi Dia. Allah azza wa jalla.

Salatiga, Akhir Januari 2010

Tidak ada komentar:

Posting Komentar