poin

Minggu, Februari 19, 2012

Nasib Guru Honorer


Seperti biasa, setiap hari saya bangun lebih awal lalu menyiapkan segala sesuatu untuk bekal di kelas nanti. Buku penuntun pembelajaran, silabus, rencana pelaksanaan pembelajaran, serta absensi kehadiran siswa. Seperti layaknya Pegawai Negeri Sipil yang sudah harus duduk manis di meja masing-masing dalam ruang guru sederhana, saya pun demikian walau sebenarnya tidak tersedia meja khusus untuk saya dalam ruangan sempit ini.

Bel berbunyi pukul delapan tepat, saya juga bergegas menuju kelas. Mengajar salahs satu pelajaran eksakta atau sains atau lebih tepatnya ilmu pasti yang dianggap paling rumit ini. Waktu empat puluh lima menit satu jam pelajaran bukan perjalanan yang panjang. Rasanya sebentar sudah selesai, bahkan belum dua bahkan lebih soal perhitungan rampung dijawab.


Berdiskusi dengan siswa tentu bukan hal yang mudah, apalagi saya masih dalam kategori guru honorer yang notabennya dianggap berilmu sedikit dan kurang pengalaman. Ada juga siswa yang sering pelonco bahkan sebagian guru yang sudah pegawai malah meremehkan kemampuan guru honorer. Saya tidak ambil pusing, anggapan itu biarlah menjadi pemanis sang pembicara. Tugas saya berbicara di depan kelas, bersama siswa yang duduk manis mendengarkan saya, siswa senang dan mengerti, saya akan puas dan tersenyum bahagia.


Tugas saya tidak jauh berbeda dengan guru yang sudah pegawai. Saya mengajar, datang tepat waktu, mengajai sesuai kurikulum dan harus ikhlas. Terpenting easy going saja dan selanjutnya enjoy.

Tantangan memang selalu ada, apalagi jika sudah berhadapan dengan akhir bulan. Guru tetap atau pegawai dapat gaji saya malah gigit jari. Belajar ikhlas memang tidak sebanding dengan mata bengkak tiap malam menyelesaikan soal rumit untuk bahan ajar keesokan harinya. Tetapi di saat sudah begini, saya harus tegar dan belajar ikhlas lebih sabar lagi.


Gaji guru honor tidak ada. Kabarnya begitu. Namun saya manusia yang butuh makan dalam keseharian, jika sebuah sekolah membutuhkan tenaga pengajar, sekolah juga harus sudah siap memberikan imbalan yang sesuai sebelum pegawai pemerintah datang mengajar. Kita tidak bisa melupakan pepatah yang mengatakan hidup ini tidak gratis, nah itu juga berlaku dalam setiap pekerjaan. Ikhlas untuk mengajar bukan berarti harus ikhlas tidak dibayar sepanjang satu semester bukan?

Biasanya gaji guru honorer dibayar setiap akhir semester, itu pun kalau ada dan tidak seberapa dengan jerih payah mereka selama mengajar. Sangat tidak sebanding dengan kerja keras mereka, mengajar dengan ikhlas, sabar menghadapi siswa, belajar lagi yang kurang dimengerti agar tidak salah persepsi pada siswa.

Saya hanya heran, dana pendidikan yang sekian banyak itu dibawa kemana. Ada dana ini, dana itu, tapi rasanya tidak terperhatikan dengan sangat teliti pemakaiannya. Jika sebuah sekolah tidak cukup guru, alternatif lain adalah memakai guru honor. Seharusnya pemerintah yang berwenang memperhatikan hal ini, jika memang tidak dibayar pemerintah harus menempatkan guru pegawai yang cukup di salah satu sekolah atau mengalokasikan dana untuk guru honor ini.


Saya tidak tahu, mungkin saya yang salah karena tidak tahu ada dana yang khusus untuk guru honor ini atau ada masalah lain. Tapi, satu semester sudah berlalu, gaji saya sebagai guru honor juga belum cair juga. Saya harus bagaimana. Saya butuh makan, butuh beli keperluan sehari-hari. Sama seperti Anda, orang lain, juga pegawai negeri yang tiap bulan dapat gaji.