poin

Selasa, November 29, 2011

Tanggung Jawab Siapa?


Mendung bergelayut layu, tiba-tiba hujan lebat mengguyur kota Salatigaku tercinta. Kulalui jalan Kota Salatiga yang licin dengan sepedamotor bututku, menuju kampung Jetis Wetan tempat ku mengajar pada sebuah Lembaga Pendidikan Al Qur`an binaan Ust Turjaun. Masih ada kewajiban mengajar di TPQ Al Chira karena Ust. Muhyiddin Anwar Al Hafidz sedang sakit, biasanya murid TPA ku mencapai 25 anak, tapi kini yang berangkat Cuma dua anak. Ya Bunga dan Linda, mereka kelihatan cemas menungguku.

Sesampai di TPQ kulihat mereka bersedih, ada apa dik ? tanyaku. Mereka kecewa karena teman-teman yang lain tidak datang. Masjid semegah dan di lantai dua TPQ itu sangat sepi. Anak-anak yang lain sedang tertidur pulas dengan mimpinya setelah seharian sekolah di SD / MI masing-masing. Mungkin mereka berharap TPQnya libur karena hujan deras.


Orang tua mana yang tidak bangga jika kita memiliki anak sholeh/ah yang taat pada Allah dan berbakti pada kedua orang tuanya. Tapi sayangnya mendidik anak agar menjadi anak sholeh/ah bukan pekerjaan mudah bagi orang tua saat ini. Para orang tua dituntut untuk mencurahkan perhatian dan pengorbanannya demi si buah hati tercinta.

Lahirnya seorang anak sholeh/ah bukan tiba-tiba saja muncul, tapi perlu ada pendidikan dan penanaman sejak usia dini. Ibarat tumbuhan, seorang anak perlu dirawat dan dijaga dengan baik. Semakin baik perawatan kita tentu akan semakin baik pula hasilnya. Salah satu yang seharusnya ditanamkan oleh para orang tua, sebagai bentuk penjagaan adalah bekal-bekal Al Qur’an. Al Qur’an adalah bekal utama yang tidak boleh ditinggalkan oleh para orang tua saat ini. Tanpa bekal Al Qur’an mustahil kita akan mampu mendidik anak kita menjadi anak yang sholeh/ah, sebab Islam memandang bahwa faktor yang menentukan seorang anak dikatakan sholeh/ah, dirinya memiliki bekal Al Qur’an.


Hari ini, kita banyak jumpai anak muslim di kampung-kampung yang tidak memiliki bekal Al Qur’an. Tidak adanya bekal Al Qur’an tersebut kebanyakan bukan karena anaknya malas untuk belajar atau karena orang tua yang enggan membekali anaknya, tapi lebih pada tidak adanya tempat untuk bisa membekali Al Qur’an (semacam TPA/TPQ). Hari ini TPA/TPQ masih tetap menjadi harapan dan tumpuan oleh kebanyakkan para orang tua saat ini khususnya yang minim ilmu dan harta. Hari ini TPA/TPQ di masjid kampung dinantikan dan diharapkan kiprahnya oleh mayoritas jama’ah dan masyarakat sekitar masjid. Akan tetapi, sekalipun TPA/TPQ di masjid kampung sangat urgen untuk membekali Al Qur’an bagi anak-anak saat ini, sayangnya tidak semua orang tua menaruh harapan terhadap TPA/TPQ.

Biasanya orang tua yang cukup ilmu dan mapan hidupnya (tingkat sosial menengah ke atas), tidak terlalu mengharapkan TPA/TPQ untuk membekali anak-anak mereka dengan Al Qur’an, mungkin mereka berpandangan bahwa bekal Al Qur’an masih bisa diberikan pada anak-anak mereka dengan cara dipondokpesantrenkan atau di sekolah fullday schoolkan (yang sudah meliputi bekal Al Qur’an), walaupun harus mengeluarkan dana yang tidak sedikit. Dan kebetulan sekali, para orang tua yang tidak terlalu berharap pada TPA/TPQ justru kebanyakan didominasi kalangan pengurus masjid hari ini. Jika kita tidak percaya, coba kita cermati dengan baik, rata-rata pengurus masjid adalah orang yang secara ekonomi telah mapan, kemudian jika di lihat dari pendidikan anak-anak/keturunannya, kebanyakan mereka tidak tergantung dengan TPA/TPQ. Yang jadi pertanyaan adalah, mungkinkah jika orang yang tidak terlalu berharapan terhadap TPA’TPQ (sebagai sarana untuk membekali Al Qur’an untuk anak-anak) bisa peduli dan memperjuangkan nasib TPA/TPQ dengan baik dan sungguh-sungguh? Jawabannya sudah pasti tidak mungkin. Teman teman FBku sekalian, inilah barangkali sebabnya mengapa TPA/TPQ tidak bisa berjalan dengan baik di masjid kita hari ini.Dan seakan-akan tidak ada kesungguhan untuk menghidupkan dan menjalankan TPA/TPQ kembali dengan baik dan profesional.


Maka dari itu, jika masjid peduli dengan kepentingan jama’ah atau masyarakat muslim di sekitar masjid (yang mengalami kesulitan dalam memberikan bekal pengajaran Al Qur’an pada anak-anak mereka) tentu pengurus masjid akan memberikan perhatian lebih pada TPA/TPQ hari ini, bahkan jika perlu berkorban apapun asal TPA/TPQ bisa berjalan dengan baik, sehingga jama’ah merasakan manfaatnya, khususnya pada anak-anak mereka. Mari coba kita renungkan baik-baik, jika kita selaku orang tua begitu bersemangatnya beribadah di masjid (untuk mencari bekal akhirat), kita begitu rajin infaq ditiap jum’atan (walau kebanyakan hanya sekedar dikumpulkan saja), kita begitu peduli dengan berbagai kegiatan masjid. Tapi perlu anda ingat, bahwa semua itu kembali pada diri anda selaku pribadi muslim/orang tua. Lalu, mana yang kembali kepada anak-anak anda, walau hanya dalam wujud pengajaran Al Qur’an (di TPA/TPQ)? Sementara anda tidak mampu mengajarkan Al Qur’an sendiri ?

Hasilnya, inilah kenyataannya jika masjid tidak peduli dengan TPA/TPQ, anak-anak di sekitar masjid tidak mendapatkan manfaat dari masjidnya, kalaupun ada pengajaran Al Qur’an biasanya hanya di bulan Ramadhan semata. Yang jadi pertanyaan kita kembali, apa mungkin mendidik anak-anak kita dengan Al Qur’an hanya mengandalkan bulan Ramadhan ?

Maka, jika ada masjid yang TPA/TPQ nya saja tidak berjalan, atau berjalan tapi asal jalan semata, hal ini menunjukkan kegagalan pengurus masjidnya, tapi sayangnya pengurus masjid hari ini banyak yang merasa tidak pernah gagal menjadi pengurus masjid. orang tuanya. Tapi sayangnya mendidik anak agar menjadi anak sholeh/ah bukan pekerjaan mudah bagi orang tua saat ini. Para orang tua dituntut untuk mencurahkan perhatian dan pengorbanannya demi si buah hati tercinta. Lahirnya seorang anak sholeh/ah bukan tiba-tiba saja muncul, tapi perlu ada pendidikan dan penanaman sejak usia dini. Ibarat tumbuhan, seorang anak perlu dirawat dan dijaga dengan baik. Semakin baik perawatan kita tentu akan semakin baik pula hasilnya. Salah satu yang seharusnya ditanamkan oleh para orang tua, sebagai bentuk penjagaan adalah bekal-bekal Al Qur’an. Al Qur’an adalah bekal utama yang tidak boleh ditinggalkan oleh para orang tua saat ini. Tanpa bekal Al Qur’an mustahil kita akan mampu mendidik anak kita menjadi anak yang sholeh/ah, sebab Islam memandang bahwa faktor yang menentukan seorang anak dikatakan sholeh/ah, dirinya memiliki bekal Al Qur’an.


Hari ini, kita banyak jumpai anak muslim di kampung-kampung yang tidak memiliki bekal Al Qur’an. Tidak adanya bekal Al Qur’an tersebut kebanyakan bukan karena anaknya malas untuk belajar atau karena orang tua yang enggan membekali anaknya, tapi lebih pada tidak adanya tempat untuk bisa membekali Al Qur’an (semacam TPA/TPQ). Hari ini TPA/TPQ masih tetap menjadi harapan dan tumpuan oleh kebanyakkan para orang tua saat ini khususnya yang minim ilmu dan harta. Hari ini TPA/TPQ di masjid kampung dinantikan dan diharapkan kiprahnya oleh mayoritas jama’ah dan masyarakat sekitar masjid. Akan tetapi, sekalipun TPA/TPQ di masjid kampung sangat urgen untuk membekali Al Qur’an bagi anak-anak saat ini, sayangnya tidak semua orang tua menaruh harapan terhadap TPA/TPQ. Biasanya orang tua yang cukup ilmu dan mapan hidupnya (tingkat sosial menengah ke atas), tidak terlalu mengharapkan TPA/TPQ untuk membekali anak-anak mereka dengan Al Qur’an, mungkin mereka berpandangan bahwa bekal Al Qur’an masih bisa diberikan pada anak-anak mereka dengan cara dipondokpesantrenkan atau di sekolah fullday schoolkan (yang sudah meliputi bekal Al Qur’an), walaupun harus mengeluarkan dana yang tidak sedikit. Dan kebetulan sekali, para orang tua yang tidak terlalu berharap pada TPA/TPQ justru kebanyakan didominasi kalangan pengurus masjid hari ini. Jika anda tidak percaya, coba anda cermati dengan baik, rata-rata pengurus masjid adalah orang yang secara ekonomi telah mapan, kemudian jika di lihat dari pendidikan anak-anak/keturunannya, kebanyakan mereka tidak tergantung dengan TPA/TPQ. Yang jadi pertanyaan adalah, mungkinkah jika orang yang tidak terlalu berharapan terhadap TPA’TPQ (sebagai sarana untuk membekali Al Qur’an untuk anak-anak) bisa peduli dan memperjuangkan nasib TPA/TPQ dengan baik dan sungguh-sungguh? Jawabannya sudah pasti tidak mungkin.

Inilah mungkin sebabnya mengapa TPA/TPQ tidak bisa berjalan dengan baik di masjid kita hari ini.Dan seakan-akan tidak ada kesungguhan untuk menghidupkan dan menjalankan TPA/TPQ kembali dengan baik dan profesional. Maka dari itu, jika masjid peduli dengan kepentingan jama’ah atau masyarakat muslim di sekitar masjid (yang mengalami kesulitan dalam memberikan bekal pengajaran Al Qur’an pada anak-anak mereka) tentu pengurus masjid akan memberikan perhatian lebih pada TPA/TPQ hari ini, bahkan jika perlu berkorban apapun asal TPA/TPQ bisa berjalan dengan baik, sehingga jama’ah merasakan manfaatnya, khususnya pada anak-anak mereka.

Mari coba kita renungkan baik-baik, jika kita selaku orang tua begitu bersemangatnya beribadah di masjid (untuk mencari bekal akhirat), kita begitu rajin infaq ditiap jum’atan (walau kebanyakan hanya sekedar dikumpulkan saja), kita begitu peduli dengan berbagai kegiatan masjid. Tapi perlu kita ingat, bahwa semua itu kembali pada diri kita selaku pribadi muslim/orang tua. Lalu, mana yang kembali kepada anak-anak kita, walau hanya dalam wujud pengajaran Al Qur’an (di TPA/TPQ)? Sementara kita tidak mampu mengajarkan Al Qur’an sendiri ? Wal hasil, inilah kenyataannya jika masjid tidak peduli dengan TPA/TPQ, anak-anak di sekitar masjid tidak mendapatkan manfaat dari masjidnya, kalaupun ada pengajaran Al Qur’an biasanya hanya di bulan Ramadhan semata.



Yang jadi pertanyaan kita kembali, apa mungkin mendidik anak-anak kita dengan Al Qur’an hanya mengandalkan bulan Ramadhan ? Maka, jika ada masjid yang TPA/TPQ nya saja tidak berjalan, atau berjalan tapi asal jalan semata, hal ini menunjukkan kegagalan pengurus masjidnya, tapi sayangnya pengurus masjid hari ini banyak yang merasa tidak pernah gagal menjadi pengurus masjid

Faktor terbesar yang menyebabkan terjadinya dekadensi moral pada anak-anak dan terbentuknya kepribadian yang buruk pada diri mereka adalah kurangnya perhatian kedua orang tua untuk mengajarkan akhlak yang mulia kepada si anak dan dikarenakan kesibukan mereka hingga tidak ada kesempatan untuk mengarahkan dan mendidik anak-anaknya.

Apabila seorang ayah tidak lagi peduli terhadap tanggung jawabnya untuk mengarahkan dan mendidik serta mengawasi anak-anaknya, dan dikarenakan faktor tertentu, si ibu kurang menunaikan kewajibannya dalam mendidik si anak maka tidak diragukan lagi si anak akan tumbuh seperti anak yatim yang tidak memiliki orang tua, ia hidup bagai sampah masyarakat, bahkan suatu saat akan menjadi penyebab terjadinya kerusakan dan kejahatan di tengah-tengah umat.

Sesungguhnya kepedulian kedua orang tua tidak hanya terbatas memberikan pengajaran kepada mereka. Akan tetapi, mereka harus dibimbing dan dibantu dalam mempraktekkan bagaimana cara berbakti kepada kedua orang tuanya, tentu dengan cara dan perlakuan terbaik. Akan tetapi, jika orang tua tidak peduli akan pendidikan akhlak mereka maka si anak akan menjadi duri bagi kedua orang tuanya, karena berbakti kepada kedua orang tua merupakan sifat yang tidak akan muncul begitu saja tanpa melalui pengajaran

Tak terasa waktu sudah hampir maghrib, akupun pulang dengan mata berkaca-kaca. Perjuangan tak akan pernah berakhir. Wahai para orang tua? Mari kita prioritaskan pendidikan agama pada putra-putri kita. Mohon maaf bila tulisan ini kurang berkenan dihati. Semoga apa yang kita berikan walau sedikit dapat bermanfaat bagi sesama. Khoirun Nass anfauhum linnas.,, Amin ..

FB : abiesubhan@yahoo.co.id

Tidak ada komentar:

Posting Komentar